Indonesia Science Café kali ini merupakan tindak lanjut dari kajian yang sudah dilakukan sejak 7 atau 8 bulan yang lalu. Fokus dari kajian bidang kesehatan ini adalah masalah Sistem Jaminan Kesehatan. Output dari seri kajian yang diadakan oleh PPIG diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi para pemangku kebijakan tentang Sistem Jaminan Kesehatan di Indonesia. Pada kesempatan kali ini, PPIG mendapatkan kehormatan dengan datangnya 3 panelis dari Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Sistem kesehatan menurut WHO berarti membaiknya kesehatan masyarakat yang ditandai dengan tingkat kesakitan dan kematian yang menurun. WHO mencanangkan Universal Health Coverage (UHC) yaitu kesehatan dapat diakses oleh semua masyarakat tanpa terkendala oleh masalah finansial sejak tahun 1948. Indonesia dengan berbagai kendala yang ada akhirnya pada tahun 2014 berhasil menjalankan UHC melaui Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Hampir 4 tahun penerapan system JKN di Indonesia terdapat beberapa kendala yang dihadapi di berbagai level layanan. Dr. dr. Ari Probandari (Dosen FK UNS) mengatakan pelayanan kesehatan yang seharusnya dapat diselesaikan di level layanan primer (Puskesmas, dokter umum) malah terjadi kecenderungan menumpuk di level skunder (RS tipe C) bahkan di level tersier (RS tipe A dan B). Hal ini disebabkan system rujukan yang tidak berjalan dengan baik. Masalah lain ialah penetapan tarif pada beberapa tindakan yang tidak sesuai dengan cost yang semestinya. Sebagai contoh,
Dr. dr. Brian Wasita (Dosen FK UNS) menambahkan permasalahan juga terjadi di rumah sakit, dimana ada beberapa tindakan yang telah dilakukan oleh dokter tapi pada akhirnya terjadi gagal klaim ke BPJS selaku penyelenggara JKN. Hal ini disebabkan karena dalam penentuan tindakan yang di-cover oleh BPJS tidak melibatkan semua collegeum. Disamping itu juga terdapat kurangnya tenaga ahli pada bidang-bidang tertentu yang menjadi kendala optimalnya pelayanan JKN.
Ketua PPI Groningen, Amak Yakub (kiri) dan Dr. dr. Ari Probandari (Dosen FK UNS)
Ketua PPI Groningen, Amak Yakub (kiri) dan Dr. dr. Brian Wasita (Dosen FK UNS)
Prof. Dr. dr. Hartono (Guru Besar FK UNS) mengatakan permasalahan sumber daya manusia tidak hanya tenaga kesehatan akan tetapi juga tenaga administrasi di tingkat layanan primer. Selain itu, tenaga ahli yang kompeten dalam hal penentuan biaya serta penilaian perlu atau tidaknya suatu tindakan untuk di-cover. Kekurangan sarana dan prasarana juga menjadi masalah tersendiri terhadap pelayanan JKN di tingkat primer. Sebagai gambaran, di negara maju seperti Belanda, sebagian besar pasien (+ 80 %) keluhannya dapat diselesaikan pada tingkat layanan primer, hal ini terjadi sebaliknya di Indonesia semenjak JKN digulirkan. Banyak pasien yang minta ataupun harus dirujuk ke tingkat layanan skunder bahkan tersier akibat kendala-kendala yang ada di tingkat layanan primer. Sehingga banyak terjadi klaim yang menyebabkan membengkaknya biaya yang harus dikeluarkan BPJS untuk membayar biaya pengobatan masyarakat hingga menyebabkan terjadinya defisit anggaran.
Ketua PPI Groningen, Amak Yakub (kiri) dan Prof. Dr. dr. Hartono (Guru Besar FK UNS)
Pada akhirnya, sistem JKN yang saat ini berjalan di Indonesia sangat diperlukan untuk menjamin masyarakat mendapatkan layanan kesehatan yang memadahi tanpa harus memikirkan biaya pengobatan yang besar. Kendala dalam penerapan sistem JKN memang ada tapi dengan adanya pembenahan maka sistem ini akan menjadi lebih baik. Beberapa upaya yang bisa dilakukan adalah peningkatan sumber daya manusia kesehatan dan non kesehatan di tingkat layanan primer, pembenahan sistem kapitasi, lebih banyak melibatkan collegeum dalam menetapkan tarif layanan.